MAKALAH PANCASILA & KEWARGANEGARAAN SISTIM PELAKSANAAN HAK ASASI MANUSIA (HAM)
TUGAS MAKALAH
PANCASILA & KEWARGANEGARAAN
SISTIM PELAKSANAAN HAK ASASI MANUSIA (HAM)
“SEBUAH
TINJAUAN TERHADAP PERLINDUNGAN KEBEBASAN BERAGAMA DI INDONESIA”
DOSEN PENGAMPU: Drs. MUKHTAR MANSUR
OLEH
NUR KOMALASARI
7210077/PA
SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI (STIA) MUHAMMADIYAH
SELONG
2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya
panjatkan kepada Allah SWT atas karunia dan petunjuk-Nya saya dapat
menyelesaikan penulisan makalah Hak Asasi Manusia yang berjudul “SEBUAH
TINJAUAN TERHADAP PERLINDUNGAN KEBEBASAN BERAGAMA DI INDONESIA”
Yang akan
diajukan sebagai tugas individu pada mata kuliah “Pancasila & Kewarganegaraa” saya sadar bahwa dengan kesalahan
penulisan dan kekurangan tepatan pengaturan penulisan saya miliki sehingga
makalah ini masih sangat jauh dari sempurna.
Oleh karena itu
kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat saya harapkan demi
penyempurnaan dimasa yang akan datang. Atas terselesaikannya makalah ini saya
sampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada bapak dosen yang telah
memberi kami tugas, saran, dorongan, dan motivasi dimana semua ini adalah
proses pembelajaran kami agar lebih baik ke depannya.
Akhinya saya
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis, para pembaca baik
pemerintah maupun masyarakat luas.
Penulis,
Nur
Komalasari
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR
ISI............................................................................................................. iii
BAB
I: PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A. LATAR
BELAKANG.................................................................................. 1
B. RUMUSAN
MASALAH.............................................................................. 4
BAB
II: PEMBAHASAN......................................................................................... 5
A. PERSPEKTIF
HUKUM DAN HAM MENGENAI
KEBEBASAN
BERAGAMA...................................................................... 5
B. KONDISI
KEBEBASAN BERAGAMA DI INDONESIA....................... 8
C. PENGHAMBAT
KEBEBASAN DALAM BERAGAMA......................... 11
D. PERANAN
NEGARA DALAM PERLINDUNGAN
TERHADAP
KEBEBASAN BERAGAMA............................................... 12
BAB
III: PENUTUP................................................................................................. 16
A. KESIMPULAN............................................................................................. 16
B. SARAN-SARAN.......................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti
yang kita ketahui, semua Negara pasti mempunyai peraturan-peraturan dan hukum, dan
begitu juga dengan Negara Indonesia. Negara Indonesia adalah Negara hukum, yang
mempunyai peraturan-peraturan hukum, yang sifatnya memaksa seluruh masyarakat
atau rakyat Indonesia harus patuh terhadap peraturan-peraturan atau
kebijakan-kebijakan hukum di Indonesia bahkan juga memaksa orang
asing yang berada di wilayah Indonesia untuk patuh terhadap hukum yang ada di
Negara indonesia.dan Negara pun membentuk badan penegak hukum guna mempermudah
dalam mewujudkan Negara yang adil dan makmur. Tetapi tidak dapat dipungkiri di
Negara kita masih banyak kesalahan dalam menegakan hukum di Negara kita. Dan
masih banyak juga ketidak adilan dalam melaksanakan hukum yang berlaku. Tetapi
itu bukanlah salah dalam perumusan hukum,melainkan salah satu keteledoran
badan-badan pelaksa hukum di Indonesia.
Akibat dari keteledoran tersebut banyak sekali
pelangaran-pelangaran hukum,dan pelangar-pelangar hukum yang seharusnya di
adili dan dikenakan sangsi yang seharusnya,malah dibiarkan begitu saja.dan hal
ini sangat berdampak buruk bagi masa depan Negara ini. Oleh karena itu kita akan
membahas apa bagaimana penegakan hukum yang adil.dan bagaimana
upaya-upaya penegakan hukum di Negara kita ini. untuk memulihkan atau membentuk
Negara yang memiliki hukum yang tegas dan sesuai dengan undang-undang yang
berlaku. Karena masalah tersebut merupakan masalah yang sangat serius yang
harus dipecahkan,guna menciptakan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.dan
dalam menegakkan hukum di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Melihat latar belakang yang ada dapat disimpulkan
bahwa Ada beberapa rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
·
Apakah Pentingnya Peran Pemerintah
dalam Penegakan Hukum?
·
Bagaimana keadaan penegakkan hukum di Indonesia saat ini?
·
Bagaimana cara menegakkan hukum di Negara kita?
BAB II
ISI / PEMBAHASAN
A.
Pentingnya Peran Pemerintah dalam
Penegakan Hukum
Sebelum berangkat ke pertanyaan itu, satu hal yang
harus dikemukakan adalah pentingnya ada upaya dari pemerintah, di samping
dari lembaga yudikatif sendiri, untuk melakukan hal ini. Setidaknya ada
tiga alasan perlunya ada kebijakan dari pemerintah
dalam penegakan hukum.
1.
Pemerintah bertanggung jawab penuh untuk mengelola wilayah dan rakyatnya
untuk mencapai tujuan dalam bernegara. Bagi
indonesia sendiri pernyataan tujuan bernegara sudah dinyatakan dengan tegas oleh
para pendiri negara dalam pembukaan UUD 1945 di antaranya: melindungi bangsa
dan memajukan kesejahteraan umum. Bukan hanya pernyataan tujuan bernegara
indonesia, namun secara mendasarpun gagasan awal lahirnya suatu konsep negara,
oemerintah wajib menjamin hak asasi warga negaranya. Memang dalam teori
pemisahan kekuasaan cabang kekuasaan negara mengenai penegakan hukum di
pisahkan dalam lembaga yudikatif. Ndamun lembaga eksekutif tetap mempunyai
tanggung jawab karena adanya irisan kewenangan dengan yudikatif serta
legislatif dalam konteks checks and balances dan kebutuhan pelaksanaan aturan
hukum dalam pelaksanaan wewenang pemerintahan sehari-hari.
2.
ketidak hanya tanggung jawab, pemerintah pun punya kepentingan
langsung
untuk menciptakan kondisi yang kondusif dalam menjalankan pemerintahannya. Birokrasi dan pelayanan masyarakat yang berjalan dengan baik, serta keamanan masyarakat. Dengan adanya penegakan hukum yang baik, akan muncul pula stabilitas yang akan berdampak pada sektor politik dan ekonomi. Menjadi sebuah penyederhanaan yang berlebihan bila dikatakan penegakan hukum hanyalah tanggung jawab dan kepentingan lembaga yudikatif.
untuk menciptakan kondisi yang kondusif dalam menjalankan pemerintahannya. Birokrasi dan pelayanan masyarakat yang berjalan dengan baik, serta keamanan masyarakat. Dengan adanya penegakan hukum yang baik, akan muncul pula stabilitas yang akan berdampak pada sektor politik dan ekonomi. Menjadi sebuah penyederhanaan yang berlebihan bila dikatakan penegakan hukum hanyalah tanggung jawab dan kepentingan lembaga yudikatif.
3.
Sama sekali tidak bisa dilupakan adanya dua institusi penegakan hukum lainnya
yang berada di bawah lembaga eksekutif, yaitu Kepolisian dan Kejaksaan. Penegakan
hukum bukanlah wewenang Mahkamah Agung semata. Dalam konteks keamanan masyarakat dan ketertiban umum, Kejaksaan dan Kepolisian
justru menjadi ujung tombak penegakan hukum yang penting karena ia langsung berhubungan
dengan masyarakat. Sementara itu, dalam konteks legal formal hingga saat ini
pemerintah masih mempunyai suara yang signifikan dalam penegakan hukum. Sebab,
sampai dengan september 2004 urusan administratif peradilan masih dipegang oleh
Departemen Kehakiman dan Hak Asai Manusia. Karena itupemerintah masih berperan
penting dalam mutasi dan promosi hakim, serta administrasi peradilan. Evolusi
masyarakat hingga menjadi organisasi negara melahirkan konsep tentang adanya
hukum untuk mengatur institusi masyarakat. Karenanya ada ansumsi dasar bahwa
adanya kepastian dalam penegakan hukum akan mengarah kepada stabilitas
masyarakat. Dan memang selama hukum masih punya nafas keadilan walau terdengar
utopis, kepastian hukum jadi hal yang didambakan. Sebab melalui kepastian
inilah akan tercipta rasa aman bagi rakyat. Kepastian bahwa kehidupan dijaga
oleh negara, kepentinganya dihormati, dan kepemilikan yang diraihnya
dilindungi.
Bagi Indonesia sendiri,
penegakan hukum bukan cuma soal mendorong perbaikan politik dan pemulihan
ekonomi. Harus disadari bahwa penegakan hukum justru merupakan ujung tombak
proses demokratisasi. Sebabnya, melalui penegakan hukum ini indonesia dapat
secara konsisten memberantas korupsi yang sudah mengakar dengan kuat di
berbagai sektor, menjalankan aturan-aturan main dalam bidang politik dan
ekonomi secara konsisten. Dengan penegakan hukum yang konsisten dan tegas,
pemulihan ekonomi dan tatanan politik juga bisa didorong percepatannya.
B.
Adakah Visi Pemerintah dalam
Penegakan Hukum?
Lantas bagaiman dengan penegakan hukum di indonesia?
Pertanyaan ini menjadi sulit dijawab karena pemerintah sendiri hingga saat ini
belum menunjukkan komitmenya yang jelas
mengenai penegakan hukum. Hingga belakangan ini hukum sering kali tidak dilihat
sebagai sesuatu yang penting dalam proses demokratisasi. Ia sering dipandang
sebagai sektor yang menopang perbaikan di bidang lainnya seperti politik dan
pemulihan ekonomi. Alhasil, pembaruan hukum sering diartikan sebagai
pembuatan berbagai peraturan perundang-undangan yang dibutuhkan untuk
melaksanakan rencana-rencana perbaikan ekonomi dan politik daripada pembenahan perangkat penegakan hukum itu
sendiri. Indikasi gejala ini terlihat
dari lahirnya berbagai undang-undang secara kilat di DPR, yang didorong oleh rencana pemulihan ekonomi yang
dipreskripsikan oleh berbagai lembaga internasional dan nasional sementara tidak banyak yang dilakukan
untuk memperbaiki kinerja kepolisian dan kejaksaanoleh pemerintah. Memang ada
beberapa inisiatif yang sudah dilakukan. Misalnya saja perbaikan ditubuh
Kepolisian RI untuk mendorong Kepolisian yang lebih profesional. Begitu pula halnya dengan studi-studi dalam rangka perbaikan kejaksaan, seperti Governance
Audit untuk Kejaksaan RI yang dilakukan oleh Asian Development Bank dan
Price Waterhouse Coopers Indonesia (Kejaksaan Agung RI, 2001). Saat inipun
dengan di dorong dan di aksistansikan oleh beberapa institusi ada gerakan untuk
pembaruan hukum yang dilakukan oleh institusi-institusi hukum negara yaitu
Mahkamah Agung, Kejaksaan, dan Kepolisian.
Namun perlu dicermati juga bahwa kebanyakan dari inisiatif tersebut adalah dorongan
dari luar, dari masyarakat sipil dan lembaga-lembaga
non-pemerintahan lainnya, baik internasional maupun dalam negeri.
Sementara pemerintah sendiri tampaknya
belum mempunyai visi yang jelas mengenai penegakan hukum. Secara sederhana, asumsi di atas bisa dilihat dari
tidak adanya kemauan politik untuk menunjukkan komitmen terhadap penegakan
hukum dengan dibiarkannya beberapa koruptor kelas kakap berkeliaran di masyarakat. Bahkan jajaran
pemerintah yang terkena indikasi korupsi pun masih dibiarkan memegang
jabatannya. Padahal langkah pertama untuk menunjukkan komitmen terhadap
penegkan hukum justru dengan secara konsisten menerima putusan, bahkan sangkaan
pengadilan mengenai tindakan pidana tertentu, terlepas dari finansial atau
tidaknya putusan tersebut. Pasalnya, mereka adalah pejabat publik yang
memiliki pertanggungjawaban politik, sehingga soal teknis legal-formal menjadi tidak lagi relevan.
C.
Kebijakan yang Perlu Dilakukan
Pemerintah dalam Penegakan Hukum
Menukik ke pembicaraan yang
lebih konkrit, ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah dalam penegakan
hukum. Di tingkat substansi hukum
peraturan perundang-undangan pemerintah perlu mendorong pembentukan perangkat
peraturan yang terkait dengan penegakan hukum dengan visi di atas. Misalnya saja, pembentukan peraturan yang
mewajibkan prosedur teknis dalam melaksanakan prinsif transparansi dan
akuntabilitas. Juga pemerintah, sebagai salah satu aparat pembentuk undang-undang,
perlu berinisiatf membentuk undang-undang yang berkaitan dengan perbaikan
institusi penegakan hukum: Pengadilan,
Kejaksaan, dan Kepolisian. Di tingkat aparat, perlu ada kebijakan
yang berkaitan dengan disiplin yang tinggi. Bukan hanya aparat penegak hukum
yang langsung berkaitan dengan pengadilan tetapi seluruh aparat birokrasi pemerintah.
Sebab penegakan hukum bukanlah hanya
dilakukan di pengadilan tapi juga soal bagaimana menjalankan peraturan perundang-undangan secara konsisten, tanpa kolusi,
korupsi, dan nepotisme. Dalam konteks “kultur” hukum, pemerintah
perlu menjalankan kebijakan ke dua arah, yaitu kepada dirinya sendiri,
dalam hal ini aparat birokrasi, dan kepada rakyat pengguna jasa penegakan
hukum. Kultur ini bisa saja menjadi keluaran dari prosesdisiplin yang kuat yang
menumbuhkan budaya penghormatan yang tinggi
kepada hukum. Namun di samping itu, perlu juga dilakukan rangkaian kegiatan yang sistematis
untuk mensosialisasikan hak dan kewajiban warga negara, agar muncul kesadaran politik dan hukum.
Penegakan hukum yang bertanggungjawab (akuntabel)
dapat diartikan sebagai suatu upaya pelaksanaan penegakan hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik, bangsa dan negara yang berkaitan terhadap
adanya kepastian hukum dalam sistem hukum yang berlaku, juga berkaitan dengan
kemanfaatan hukum dan keadilan bagi masyarakat. Proses penegakan hukum memang
tidak dapat dipisahkan dengan sistem hukum itu sendiri.
Sedang sistem hukum dapat diartikan merupakan
bagian-bagian proses / tahapan yang saling bergantung yang harus dijalankan
serta dipatuhi oleh Penegak Hukum dan Masyarakat yang menuju pada tegaknya
kepastian hukum. Sudah menjadi rahasia umum bahwa penegakan hukum di
Indonesia sangat memprihatinkan, di samping itu anehnya masyarakatpun tidak
pernah jera untuk terus melanggar hukum, sehingga masyarakat sudah sangat
terlatih bagaimana mengatasinya jika terjadi pelanggaran-pelanggaran hukum yang
dilakukannya, apakah itu bentuk pelanggaran lalu-lintas, atau melakukan
delik-delik umum, atau melakukan tindak pidana korupsi, tidak menjadi masalah.
Sebagian besar masyarakat kita telah terlatih benar bagaimana mempengaruhi
proses hukum yang berjalan agar ia dapat terlepas dari jerat hukumannya.
Kenyataan ini merupakan salah satu indikator buruknya law enforcement di negeri
ini.
Sekalipun tidak komprehensif perlu ada angkah-langkah
untuk membangun sistem penegakan hukum yang akuntabel, antara lain :
-
Perlunya penyempurnaan atau memperbaharui serta melengkapi perangkat hukum
dan perundang-undangan yang ada, sebagai contoh, perlunya ditindaklanjuti
dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) dari UU No.4 tahun 2004 terutama
yang mengatur tentang pemberian sanksi pidana bagi pelanggar KUHAP, khususnya
bagi mereka, yang ditangkap, ditahan,dituntut, atau diadili tanpa berdasarkan
hukum yang jelas, atau karena kekeliruan orang atau hukum yang diterapkan
sebagaimana telah ditegaskan dalam pasal 9 ayat (2) UU No. 4 tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman ;
-
Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Penegak Hukum baik dari
segi moralitas dan intelektualitasnya, karena tidak sedikit Penegak Hukum yang
ada saat ini, tidak paham betul idealisme hukum yang sedang ditegakkannya ;
-
Dibentuknya suatu lembaga yang independen oleh Pemerintah dimana para
anggotanya terdiri dari unsur-unsur masyarakat luas yang cerdas (non Hakim
aktif, Jaksa aktif dan Polisi aktif) yang bertujuan mengawasi proses penegakan
hukum ( law enforcemen’ ) dimana lembaga tersebut nantinya berwenang
merekomendasikan agar diberikannya sanksi bagi para penegak hukum yang
melanggar moralitas hukum dan / atau melanggar proses penegakan hukum [ vide :
pasal 9 ayat (1) dan (2) UU No.4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman , Jo.
pasal 17 Jo psl. 3 ayat (2 ) dan (3) Jo. Psl.18 ayat (1) dan (4) UU No.39 tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) ] ;
-
Perlu dilakukannya standarisasi dan pemberian tambahan kesejahteraan yang
memadai khususnya bagi Penegak Hukum yang digaji yaitu : Hakim, Jaksa dan
Polisi ( Non Advokat ) agar profesionalisme mereka sebagai bagian terbesar
penegak hukum di Indonesia dalam kerjanya lebih fokus menegakkan hukum sesuai
dari tujuan hukum itu sendiri ;
-
Dilakukannya sosialisasi hukum dan perundang-undangan secara intensif
kepada masyarakat luas sebagai konsekuensi asas hukum yang mengatakan bahwa ; “
setiap masyarakat dianggap tahu hukum ”, sekalipun produk hukum tersebut baru
saja disahkan dan diundangkan serta diumumkan dalam Berita Negara. Disini peran
Lembaga Bantuan Hukum atau LBH-LBH dan LSM-LSM atau lembaga yang sejenis sangat
diperlukan terutama dalam melakukan “advokasi” agar hukum dan peraturan
perundang-undangan dapat benar-benar disosialisasikan dan dipatuhi oleh semua
komponen yang ada di negeri ini demi tercapainya tujuan hukum itu sendiri ;
-
Membangun tekad (komitmen) bersama dari para penegak hukum yang konsisten.
Komitmen ini diharapkan dapat lahir terutama yang dimulai dan diprakarsai oleh
“Catur Wangsa” atau 4 unsur Penegak Hukum, yaitu : Hakim, Advokat, Jaksa dan
Polisi, kemudian komitmen tersebut dapat dicontoh dan diikuti pula oleh seluruh
lapisan masyarakat ;
-
Namun usul langkah-langkah di atas untuk membangun sistem penegakan hukum
yang akuntabel tentu tidak dapat berjalan mulus tanpa ada dukungan penuh dari
Pemerintahan yang bersih (‘clean government’), karena penegakan hukum (‘law
enforcement’) adalah bagian dari sistem hukum pemerintahan. Pemerintahan negara
( ‘lapuissance de executrice’) harus menjamin kemandirian institusi penegak
hukum yang dibawahinya dalam hal ini institusi “Kejaksaan” dan “Kepolisian”
karena sesungguhnya terjaminnya institusi penegakan hukum merupakan platform
dari politik hukum pemerintah yang berupaya mengkondisi tata-prilaku masyarakat
indonesia yang sadar dan patuh pada hukum dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Penegakan hukum yang akuntabel merupakan dasar dan bukti bahwa
Indonesia benar-benar sebagai Negara Hukum ( ‘rechtsstaat’ ). Di samping itu
rakyat harus diberitahu kriteria / ukuran yang dijadikan dasar untuk menilai
suatu penegakan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan kepada publik guna
menciptakan budaya kontrol dari masyarakat, tanpa itu penegakan hukum yang baik
di Indonesia hanya ada di Republik Mimpi.
Anggaran Penegakan Hukum
Masih dalam konteks kebijakan pemerintah, penegakan hukum inipun harus
didukung pendanaan yang mencukupi oleh pemerintah serta yang lebih penting lagi
perencanaan pendanaan yang memadai. Dalam kurun waktu tiga tahun terahir dana
untuk sektor hukum dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN)
meningkat dari tahun ke tahun. Namun ada beberapa permasalahan dalam hal
anggaran ini, seperti yang di ungkapkan dalam kertas kerja pembaruan sistem
pengelola keuangan pengadilan yang disusun oleh mahkamah agung bekerjasama
dengan lembaga kajian dan advokasi untuk indepedensi peradilan (LeIP). Dalam
hal perencanaan dan pengajuan APBN, kelemahan internal pengadilan yang
berhasil diidentifikasi antara lain:
berhasil diidentifikasi antara lain:
Ø
ketiadaan parameter yang obyektif dan argumentasi yang memadai;
Ø
proses penyusunan yang tidak partisipatif;
Ø
ketidakprofesionalan pengadilan; dan lain-lain
Kebanyakan “perencanaan” dana pemerintah untuk satu tahun anggaran tidak dilakukan
berdasarkan pengamatan yang menyeluruh, berdasarkan kebutuhan yang riil,
melainkan menggunakan sistem “line item budgeting” menggunakan metode penetapan
anggaran melalui pendekatan “incremental” (penyusunan anggaran hanya dilakukan
dengan cara menaikkan jumlah tertentu dari anggaran tahun lalu atau anggaran
yang sedang berjalan). Akibatnya dalam pelaksanaan anggaran muncul kebiasaan
untuk menghabiskan anggaran di akhir tahun anggaran tanpa memperhatikan hasil
dan kualitas dari anggaran yang digunakan (MA, 2003: 53-55). Kertas kerja
tersebut merumuskan serangkain rekomendasi yang sangat teknis guna mengatasi
kelemahan-kelemahan tersebut. Kertas krja itu memang lebih banyak ditujukan
untuk mempersiapkan wewenang administrasi dan keuangan yang akan dipindahkan
dari pemerintah ke mahkamah agung. Meski begitu setidaknya beberapa rekomendasi
yang sifatnya umum dan sesuai dengan arah kebijakan penegakan hukum seharusnya
dapat diterapkan pula oleh pemerintah.
Kebijakan yang Mendesak
Dalam jangka pendek, hal yang paling dekat yang bisa
dilakukan pemerintah untuk mendukung penegakan hukum misalnya terkait dengan wewenang administrasi pengadilan
yang masih ada di tangan pemerintah hingga September 2004. Disini, pemerintah
bisa memainkan peranan penting dalam mendisiplinkan hakim-hakim yang diduga
melakukan praktek korupsi dan kolusi. Selain itu, perlu ada dorongan dalam
pembentukan undang-undang yang berkaitan dengan pembenahan institusi
pengadilan. Seperti perubahan lima undang-undang yang berkaitan dengan
sistem peradilan terpadu (integrated
justice system), yaitu UU Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman, UU Peradilan Tata Usaha Negara, UU Mahkamah Agung, UU Peradilan Umum, dan UU Kejaksaan. Kelima
undang-undang ini tengah dibahas di DPR oleh Badan Legislasi.
Sejauh perannya bisa dimainkan dalam proses
pembahasan kelima undang-undang ini, pemerintah perlu mendorong perbaikan
institusi yang mengedepankan pengadilan yang bersih dan independen. Begitu pula
halnya dengan rencana penyusunan UU tentang KomisiYudisial yang sudah
disampaikan oleh Badan Legislasi DPR kepada pemerintah namun belum mendapatkan jawaban.
Dalam hal korupsi, yang tentunya berkaitan erat dengan
konsistensi penegakan hukum, pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi yang tengah dilaksanakan harus mendapatkan perhatian yang serius
dari pemerintah. Demikian juga dengan rencana pembentukan Pengadilan Khusus
Korupsi yang direncanakan terbentuk pada bulan Juni 2004 (lihat Bappenas, Cetak Biru Pembentukan
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi). Satu
hal yang sama sekali tidak boleh dilupakan adalah peran pemerintah
dalam perbaikan institusi kejaksaan dan kepolisian yang jelas berada dibawah
wewenang pemerintah.
Pada saat ini Kejaksaan tengah menyusun cetak biru pembaruan kejaksaa
dengan asistensi Komisi Hukum Nasional. Di sini perlu ada dorongan politik
yang kuat agar cetak biru tersebut tersusun dengan baik dan, lebih
penting lagi, dapat terlaksana dengan
baik.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
§
Pentingnya Peran Pemerintah dalam Penegakan Hukum.
Pemerintah bertanggungjawab penuh
untuk mengelola wilayah dan rakyatnya untuk mencapai tujuan dalam bernegara.
Tidak hanya tanggung jawab, pemerintahpun punya kepentingan langsung untuk
menciptakan kondisi yang kondusif dalam menjalankan pemerintahannya sama sekali
tidak bisa dilupakan adanya dua institusi penegakan hukum lainnya yang berada
di bawah lembaga eksekutif yaitu kepolisian.
§ Adakah Visi Pemerintah dalam
Penegakan Hukum.
Ada beberapa inisiatif yang sudah dilakukan. Misalnya
saja perbaikan di
tubuh Kepolisian RI untuk mendorong Kepolisian yang lebih professional. Kebanyakan dari inisiatif tersebut adalah dorongan dari luar, dari masyarakat sipil dan lembaga-lembaga non-pemerintahan lainnya, baik internasional maupun dalam negeri.
tubuh Kepolisian RI untuk mendorong Kepolisian yang lebih professional. Kebanyakan dari inisiatif tersebut adalah dorongan dari luar, dari masyarakat sipil dan lembaga-lembaga non-pemerintahan lainnya, baik internasional maupun dalam negeri.
§ Kebijakan yang Perlu Dilakukan
Pemerintah dalam Penegakan Hukum.
Satu hal yang sama sekali tidak boleh dan kepolisian
yang jelas berada di bawah wewenang pemerintah.
Kebijakan-kebijakan pemerintah ini harus terus didorong agar mempunyai
visi yang lebih jelas dan responsif terhadap persoalan-persoalan yang nyata ada di masyarakat.
B. Saran
Berikut saran yang saya berikan dalam upaya
mengembalikan citra penegakan hukumdimata masyarakat yaitu dengan melakukan
pembenahan dan penataan terhadap sistem hukum yang ada dengan cara:
-
Struktur, terkait dengan struktur hukum maka perlu dilakukan penataan
terhadap institusi hukum yang ada seperti lembaga peradilan, kejaksaan, kepolisian,
dan organisasi advokat. Selain itu perlu juga dilakukan penataan terhadap
institusi yang berfungsi melakukan pengawasan terhadap lembaga hukum. Dan
hal lain yang sangat penting untuk segera dibenahi terkait dengan struktur
sistem hukum di Indonesia adalah birokrasi dan administrasi lembaga
penegak hukum.
-
Substansi, dalam hal substansi sistem hukum perlu segera direvisi berbagai
perangkatperaturan perundang – undangan yang menunjang proses penegakan hukum
di Indonesia.
Saya menyadari makalah ini masih mempunyai kekurangan
dan demi penyempurnaan makalah ini.maka kami membutuhkan kritik dan saran yang
bersifat positif/membangun dari pembaca.dan semoga makalah ini bermanfaat untuk
pembaca.
Komentar
Posting Komentar